Copyright © Putri Chelline Syari
Design by Dzignine
Selasa, 04 Agustus 2015

Resep Membuat Nugget Tahu



Bahan-bahan
7 buah
tahu putih
1 siung
Bawang Putih
1 batang
Daun Bawang
1 sendok teh
Lada (Merica)
1 sendok teh
Garam
1 sendok teh
kaldu bubuk
1 sendok teh
gula
1 sendok makan
Kecap Inggris
secukupnya
Tepung Panir
7 sendok makan
Tepung Terigu
2 gram
Telur Ayam
secukupnya
Minyak Goreng
1 buah
Bawang Bombay



Langkah
  1. Cincang bawang putih dan bawang bombay, lalu tumis dengan sedikit sekali minyak, hanya sampai mengeluarkan bau harum, angkat, dinginkan.
  2. Haluskan tahu bersama daun bawang yang diiris halus, tumisan bawang bombay dean bawang putih bersama bumbu-bumbu yang lain.
  3. Tambahkan kocokan telur kedalam adonan.
  4. Haluskan jangan sampai terlalu lembut supaya ada tekstur.
  5. Gulung dengan plastik wrap seperti sosis.
  6. Kukus kurang lebih 15 menit, hingga agak kaku.
  7. Setelah dingin potong-potong adonan.
  8. Celupkan potongan kedalam tp. terigu kemudian kocokan telur.
  9. Gulingkan diatas tepung panir, lakukan sampai adonan habis.
  10. Goreng dalam minyak panas dengan api sedang.
  11. Sajikan.

Sumber : https://cookpad.com/id/resep/178183-nugget-tahu
Senin, 01 Juni 2015

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN PROFIT MARGIN PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH

Nama : Putri Chelline Syari
NPM  : 25211638
Kelas  : 4EB08

(Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia(KANINDO) Syariah Malang dan BMT Ahmad Yani Malang)
Oleh
Dwi Yuni Indah Lestari
04610121




JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MEI 2008


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN PROFIT MARGIN PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH

A.      Latar Belakang Masalah
Ekonomi konvensional telah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan dari pada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest). Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi bagi banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi. (www.ruzaqir.multiply.com/journal).
Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjual belikan. Ketentuan ini telah banyak dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy”, bahwa konsep uang tidak diperkenankan untuk diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan moneter sebuah negara.
Islam tidak mengenal adanya system money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan.  Islam menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat, sehingga menimbun uang dan tidak menggunakannya untuk kegiatan produktif adalah dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian. (www.syariahlife.com)
              Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila tidak ingin mengambil resiko karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran, karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai' al muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Rasulullah Saw juga menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan - kelemahan akan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang, oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri. Islam memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada bayar tunai. Yang lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money, namun karena semata-mata karena ditahannya aksi penjualan barang.
Berkat perjuangan panjang yang tak kenal lelah, kehadiran lembaga keuangan berasaskan syariah Islam mulai mendapatkan tempat di Indonesia sejak sekitar awal tahun 1990an. Lebih jauh dari itu, perkembangan selanjutnya, secara kelembagaan terjadi variasi yang disebabkan oleh adanya hambatan ketentuan yuridis formal, sementara gairah dan usaha mengembangkan ekonomi syariah terutama di kalangan bawah cukup tinggi, maka lahirlah variasi baru yang lazim dikenal dengan Baitul Maal wa at-Tamwil atau biasa disingkat dengan BMT.
Terjadinya pertumbuhan kuantitas yang relatif cepat dalam lembaga keuangan Islam yang berbentuk BMT tidak diimbangi dengan bukti nyata yang mengindikasikan bahwa jumlah tersebut memang riil, dalam artian bahwa semua BMT yang tercatat tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya justru ada kesan bahwa sebagian besar BMT tersebut tidak jelas eksistensinya, apalagi kemajuannya.
            Keberadaan perbankan syariah di tengah-tengah aktivitas perekonomian sebagai alternatif dari perbankan konvensional merupakan suatu hal yang cukup positif. Masyarakat muslim telah mendapatkan solusi atas permasalahan yang terkait dengan fatwa MUI tentang pengharaman bunga bank. Perbankan syariah juga menjanjikan suatu sistem operasional yang lebih adil khususnya yang ada pada sistem profit loss sharing (bagi hasil) seperti yang ada pada sistem Mudharabah dan sistem Musyarakah. Namun di dalam perjalanannya produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ini masih ter-marginalkan (tersisihkan), dan yang muncul ke permukaan adalah produk jual beli ‘mark up’ seperti murabahah yang tentunya masih dikhawatirkan publik sebagai upaya yang belum maksimal yang dijalankan oleh perbankan syariah.
Pembiayaan murabahah sampai saat ini masih merupakan pembiayaan yang dominan bagi perbankan syari'ah di dunia, tetapi banyak kritikan dilontarkan pada bank syari'ah dalam masalah penetapan margin keuntungan. Hal ini dikarenakan produk pembiayaan murabahah merupakan produk yang mirip dengan produk pembiayaan kredit berbunga flat pada bank konvensional.(www.adln.lib.unair.ac.id)
Akad murabahah merupakan akad jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati, akibat transaksi jual beli murabahah menyebabkan timbulnya piutang murabahah. Karena adanya penangguhan pembayaran ini menimbulkan kesan bahwa pembiayaan murabahah tidak berbeda dengan pemberian kredit berbunga oleh bank konvensional. Di dalam debt financing (pembiayaan hutang) bank konvensional ada beberapa unsur seperti adanya pre fixed interest (bunga) yang ditetapkan di awal peminjaman, bunga tersebut muncul akibat dari penundaan pembayaran dan wujudnya spekulasi. Kalau dalam konvensional ada pre-fixed interest, maka di dalam murabahah ada pre-fixed profit (suatu penetapan tambahan), dan penambahan itu juga disebabkan karena adanya unsur penundaan pembayaran. Unsur spekulasi terhadap perubahan base landing rate (suku bunga) telah dihilangkan dengan memakai fixed rate (nilai mark up yang tetap).
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat betapa pentingnya suatu proses penetapan profit margin pada produk murabahah bank syariah, maka dirasa perlu penulis mengadakan penelitian dengan mengambil judul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penetapan Profit Margin pada Produk Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah Malang dan BMT Ahmad Yani Malang)”
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.     Apakah faktor Cost of Fund, Overhead Cost dan Risk Cost berpengaruh terhadap penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
2.     Di antara ketiga faktor di atas, manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah  dan BMT Ahmad Yani Malang?
C.      Batasan Penelitian
Penelitian diharapkan tetap dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan jelas, oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Faktor-faktor yang dianalisis dibatasi pada data laporan keuangan tahun 2005 sampai 2007.
2.    Aspek yang dianalisis meliputi Cost of Fund, Overhead Cost, dan Risk Cost.
D.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.     Tujuan dari penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
b.      Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
2.     Kegunaan Penelitian
a.       Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah di masa yang akan datang.
b.      Bagi nasabah dan calon nasabah
Bagi nasabah berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional lembga keuangan syariah dalam menetapkan profit margin pada produk pembiayaan murabahah-nya.
c.       Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam penelitian selanjutnya.
E.       Tinjauan Pustaka
1.        Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu diambil dari thesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Margin Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia) “ oleh Adi Nugroho. Berdasarkan dari analisis hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor biaya overhead, dan bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) secara signifikan mempengaruhi margin murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah dan profit target tidak berpengaruh terhadap margin pembiayaan murabahah walaupun terdapat korelasi.
Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengangkat topik tentang penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah. Perbedaan penelitian yang sekarang dengan penelitian yang terdahulu terletak pada objek penelitian, jika peneliti terdahulu pada Bank Muamalat Indonesia, objek peneliti sekarang adalah Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Ahmad Yani, serta faktor yang diteliti pada penelitian sekarang yaitu cost of fund,biaya overhead, dan risk cost sedangkan penelitian terdahulu faktor yang diteliti adalah biaya overhead, volume pembiayaan murabahah,  profit target dan bagi hasil dana pihak ketiga.
2.        Landasan  Teori
a.         Baitul Maal wat Tamwil
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi simpan pinjam. Di Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring dengan semangat umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis ekonomi tahun 1997. Kemunculan BMT merupakan usaha sadar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Konsep ini mengacu pada definisi baitul maal pada masa kejayaan Islam, terutama pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M). Dalam bahasa Arab “bait” berarti rumah, dan "maal" yang berarti harta: rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Waktu itu dikenal istilah “diwan” yakni tempat atau kantor yang digunakan oleh para penulis katakanlah sekretaris baitul mal untuk bekerja dan menyimpan arsip-arsip keuangan.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan oleh negara. Beberapa organisasi, intansi atau perorangan yang menaruh perhatian pada sejarah Islam kemudian mengambil konsep baitul mal ini dan memperluasnya dengan menambah ”baitut tamwil” yang berarti rumah untuk menguangkan uang. Menjadilah baitul mal wat tamwil (BMT).
b.         Bank Syariah
Bank Islam atau dikenal sebagai bank syariah mulai lahir dan dikenal dikalangan masyarakat Indonesia sekitar tahun 1990-an, yaitu setelah adanya Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1992, yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang No.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan,  pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa, “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan pokok antara perbankan Syariah dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba(bunga) bagi perbankan syariah. Dengan kata lain, perbedaan pokoknya menyangkut kontraprestasi yang diberikan oleh kedua belah pihak (pihak bank dan nasabah).
c.         Prinsip Operasional Bank Syariah
Secara garis besar, menurut Muhammad (2002:84) hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad.
1)      Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-Wadia’ah identik dengan giro.
2)      Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh lagi, prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
3)      Prinsip Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4)      Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya pennyewaan traktor dan alat-alat produksi lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Baiat takjiri atau Ijarah at muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk mmemiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
5)      Prinsip Jasa (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr walumullah.
d.        Penghimpunan Dana Bank Syariah
1)      Titipan
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan (Syafi’i, 2001:148). Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Al-wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah.
a)      Wadi’ah Yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
i)        Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
ii)      Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
iii)    Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
iv)    Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan unuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box.
b)      Wadi’ah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik berikut ini :
i)        Harta dan  barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
ii)      Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.
iii)    Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
iv)    Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank.
v)      Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.
vi)    Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan.
2)      Investasi
Menurut Syafi’i (2001:150) prinsip lain yang digunakan dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah akad mudharabah. Tujuan dari mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dalam hal ini adalah pihak bank.
Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a)      Mudharabah Muthlaqah (General Investment) yang memiliki karakteristik:
i)        Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya.
ii)      Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa
b)      Mudharabah Muqayyadah, memiliki karakteristik:
i)        Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu saja, waktu tertentu, dan lain-lain.
ii)      Aplikasi perbankan yangg sesuai dengan akad ini ialah special investment.
e.         Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Dahlan (2005:423) bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu:
1)      Prisinp Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a)      Bai’ al Murabahah
Bai’ al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
b)      Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
c)      Bai’ al-Istishna
Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara tunai.
2)      Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-Mudharabah dan al-Musyarakah.
a)      Al-Mudharabah
Al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu al-mudharabah muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah.
i)          Al-Mudharabah Muthlaqah
Al-mudharabah muthlaqah merupakan bentuk mudharabah antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib, di mana shahibul maal memberikan hak atau kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib untuk melakukan bisnis.
ii)        Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah muqayyadah ini sangat berbeda dengan al-mudharabah muthlaqah. Sifat kontrak kerjasama antara shahibul maal dan mudharib memberikan batasan kepada mudharib dalam melaksanakan bisnisnya misalnya pembatasan mengenai segmen usaha atau lokasi usaha yang boleh dilaksanakan dan lain sebagainya, yang diatur dalam akad perjanjian kerja sama.
iii)      Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
3)      Prinsip Sewa Menyewa
a)      Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu baranag dalam kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
b)      Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang
Antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli obyek sewa pada akhir akad.
4)      Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
f.       Penyaluran Jasa Bank Syariah
Menurut Syafi’i (2003:120) penyaluran jasa bank syariah dibagi menjadi:
1)        Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
2)        Al-Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
3)        Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepad orang lain yang wajib menanggungnya.
4)        Ar-Rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
5)        Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
g.      Pembiayaan Murabahah
1)        Pengertian Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual beli yang pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan (margin) tertentu yang ditambahkan diatas biaya perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan secara tunai maupun angsuran (Yumanita, 2005:27).
Murabahah adalah suatu pembiayaan dengan akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2004:101).
Bank-bank Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu yang pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah kesepakatan berdasarkan mark-up (keuntungan) (Saeed, 2003:138).
Adapun kelebihan kontrak murabahah (pembayaran yang ditunda) menurut Saeed (2003:139) adalah sebagai berikut :
a)    Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga pokok barang dan keuntungan (mark-up) yang diartikan sebagai prosentase harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
b)    Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
c)    Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnyadan ia hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli
d)   Pembayaran yang ditunda
Bank-bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya. Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi perbankan Islam di antaranya :
a)      Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah
b)      Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi dengan system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif.
c)      Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan usaha berdasarkan system profit and loss sharing.
d)     Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.
Gambar 2
 

 
Sumber : Yumanita (2005:28)
Pembiayaan murabahah merupakan salah satu jenis pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah yang mempunyai beberapa syarat, antara lain:
a)      Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b)      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c)      Kontrak harus bebas dari riba.
d)     Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e)      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :
a)        Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b)        Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c)        Membatalkan kontrak.
Sedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59:
a)      Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
b)      Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
c)      Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.
d)        Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
i)          mempercepat pembayaran cicilan; atau
ii)        melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
e)    Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
f)    Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
g)   Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
h)   Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
Transaksi  murabahah memiliki beberapa manfaat dan resiko yang harus diantisipasi sesuai dengan sifat bisnisnya (tijarah). Salah satu manfaatnya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah sederhana, di mana hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
a.       Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menetapkan profit margin  pembiayaan murabahah pada perbankan syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada nasabah.   
    1)      Metode-metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin
Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:
a)      Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan.
b)      Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
                             r p r = n.v
di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
             v: jumlah transaksi dalam satu periode
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr)
epr diperoleh berdasarkan:
i)        Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
ii)      Pertumbuhan ekonomi
iii)    Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank = e p r / expected return bisnis yang dibiayai*100%
Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis
    2)      Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun waktu (timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan istishna’. Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/ Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko. Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a)        Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung terdekat.
b)        Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung yang terdekat.
c)    Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
d)        Acquiring Cost
Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
e)    Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost =    Total biaya (di luar biaya dana  x 100% 
                              total earningassets (total aktiva produktif)






 
                                          
          (Karim, 2004:254).
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank dan margin keuntungan.


Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan murabahah ini tidak fixed, tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari debitur itu sendiri.
1)      Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio pembiayaan murabahah mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan Pakistan.
Dengan penetapan margin keuntungan murabahah yang tinggi, secara tidak langsung akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin keuntungan murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam menetukan harga jual produk murabahah. Dengan demikian, secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
           Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
           Cost Recovery = Proyeksi Biaya Operasi : Target Volume Pembiayaan
           Margin dalam persentase = Cost Recovery + Keuntungan  X  100%
                                                           Harga Beli Bank

Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan murabahah kompetitif, margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost recovery dan keuntungan yang diharapkan.


A.      Hipotesis
Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa faktor cost of fund, biaya overhead dan risk cost secara simultan berpengaruh terhadap penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
1.    Bahwa faktor cost of fund dan biaya overhead berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
B.       Metode Penelitian
1.         Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha memberikan suatu gambaran atau kondisi mengenai suatu objek penelitian (Kuncoro: 8).

2.         Jenis dan Sumber Data
Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi (Arikunto, 2002:96). Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Mudrajad data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Data ini berupa laporan keuangan konsolidasi dan catatan-catatan lain yang mendukung. Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah  dan laporan keuangan BMT Ahmad Yani Malang. Menurut Arikunto(2002:107) yang dimaksud Sumber data adalah ” Subyek dimana data diperoleh”. Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam metode pengumpulan data.
3.         Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2002:135), metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa laporan keuangan dan catatan yang mendukung lainnya.
4.         Definisi Operasional Variabel
Variabel yaitu objek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Tujuan dari definisi operasional adalah penjelasan tentang variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini.
a.         Profit Margin adalah selisih antara harga jual bank dengan harga beli. Menurut Muhammad, margin dalam persentase diperoleh dari : cost recovery ditambah dengan keuntungan dibagi harga beli bank dikalikan 100%.
             Margin = Cost Recovery + Keuntungan  x 100%
Description: file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image001.gif
                                                         Harga beli bank
b.       Cost of Fund adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk memberi imbalan kepada nasabah (bagi hasil yang diberikan oleh bank). Cost of fund dihitung dengan cara mengalikan equivalent rate yang berlaku dengan reserve ratio yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia.


 
Rumus Cost of Fund =                  x Equivalentrate
c.         Overhead Cost adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka proses penghinpunan dana tersebut.            
Overhead Cost =  Jumlah biaya overhead     X 100%                                                                          Jumlah Aktiva Produktif
d.      Risk Cost
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/ 9/ PBI/ 2003 mengenai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produkti f(PPAP) bagi bank syari’ah tanggal 19 Mei 2003 adalah sebagai berikut:
1)      Cadangan Umum
1 % dari seluruh aktiva produktif yang lancar, tidak termasuk sertifikat wadi’ah Bank Indonesia dan surat hutang pemerintah.
2)      5 % dalam perhatian khusus
15 % kurang lancar
50% diragukan, dan
100% macet.
3)      Khusus untuk piutang Ijarah ditetapkan sebesar 50% dari masing-masing kewajiban pembentukan penyisihan penghapusan.
5.         Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik regresi berganda, yang merupakan perluasan dari regresi linear sederhana yaitu dengan menambah jumlah variabel bebas. Secara fungsional, model regresi berganda dapat dituliskan sebagai  berikut:
            Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana, Y: Profit Margin
              X1: Cost of Fund
              X2: Overhead Cost
              X3: Risk Cost
            b1…b3: Koefisien Regresi dari variabel Independent atau X1…X3
                e: Standar error persamaan regresi
a.       Estimasi Koefisien Regresi
Untuk mencari koefisien regresi masing-masing variabel dapat dilakukan denga persamaan:
b0            +          b1∑ X1             +          b2∑ X2             =∑ y
b0∑X1  +          b1∑ X21               +          b2∑ X1X2         =∑ X1 y
b0∑X2  +          b1∑X1X2          +          b2∑X22             =∑ X2 y
b.      Standar Error Estimasi
Untuk mengukur penyimpangan dari data dapat dilakukan dengan jalan menghitung standar error estimasi dengan rumus:
   Sy x1 x2 = √ ∑( y – yc )2        
                                 n – k

di mana:
            Sy x1 x2 : standar error estimasi
            y          : nilai data y
            yc         : nilai y estimasi
            n – k    : derajat bebas
c.       Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi yakni suatu nilai yang menggambarkan total variasi dari y (variabel terikat) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi yang besar menunjukkan bahwa regresi tersebut mampu dijelaskan secara besar pula. Nilai koefisien determinasi ( R2 ) dalam regresi ganda dapat diperoleh dengan formulasi sebagai berikut:                                              ( ∑ y )2
         R2 = b0 ∑ y + b1 ∑x1 y + b2 ∑ x2 y -       n
                          ∑ y2 -  ( ∑ y )2
                                                    n
d.      Asumsi Klasik Ordinary Least Square (OLS) dalam Regresi Ganda
1)             Multicollinierity menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Dalam pendugaan atau estimasi dengan OLS, asumsi ini harus terpenuhi, bila tidak terpenuhi knsekuensi yang akan diperoleh adalah:
a) koefisien regresi dari variabel bebas (X) tidak bias diestimasi.
b) rentang dari tingkat keyakinan menjadi semakin lebar, sehingga probabilitas menerima hipotesa padahal hipotesa itu salah semakin besar
c) tidak mungkin dapat dipisahkan antar variable jika antar variabel tersebut saling berhubungan


2)             Otokorelasi
Dalam model regresi klasik mensyaratkan tidak ada otokorelasi antara ei dan ej. Jika terjadi otokorelasi maka konsekuensinya adalah estimator tidak efisien, oleh karena itu interval keyakinan menjadi lebar. Konsekuensi lain jika otokorelasi dibiarkan maka varian pengganggu menjadi underestimate, yang pada akhirnya penggunaan uji t dan uji F tidak bias digunakan lagi.
3)             Heteroskedastisitas
Asumsi lain yang penting dari model regresi linear klasik adalah kesalahan pengganggu mempunyai varian sama untuk semua pengamatan. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka sekalipu sampel diperbesar, standar error tidak lagi minimum, sehingga estimasi OLS tidak lagi efisien dan pada akhirnya akan menimbulkan kesimpulan yang tidak tepat.
e.       Uji Hipotesis
Suatu perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak). Sebaliknya,  disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0 diterima.
1)      Uji F
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau:
            H0: b1 = b2 = … = bk = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
            Ha: b1 ≠ b2 ≠ … ≠ bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik F. Nilai statistik F dihitung dari formula sebagai berikut:
          F = MSR      =  SSR / k
                  MSE          SSE / (n-k)
Di mana   SSR = sum of square due to regression = ∑ (Ŷi – y )2 ;
                SSE = sum of square error = ∑ (Yi – Ŷi)2 ;
                     n = jumlah observasi;
                      k = jumlah parameter (termasuk intersep) dalam model
                MSR = mean square due to regression;
                MSE = mean of square due to error.
2)      Uji t (t-test)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter sama dengan nol, atau:
            H0 : b1 = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:
            Ha : b1 ≠ 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik t. statistik t dihitung dari formula sebagai berikut:
            t = (b1 – 0 ) / S = b1 / S
di mana S = standar deviasi, yang dihitung dari akar varians. Varians (variance), atau S2 diperoleh dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom). Dengan kata lain:
     S2 = SSE
                                         n -  k
                     di mana    n = jumlah observasi
                                    k = jumlah parameter dalam model, termasuk intersep
















Daftar Pustaka
Antonie, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press
Antonio, Syafi’i dan kawan. 2003. Bank Syariah. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Yogyakarta: Ekonisia.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnawi, Said Kelana. 2005. Riset Keuangan: Pengujian-pengujian Empiris. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gozali, Ahmad. 2005. Serba-serbi Kredit Syariah. Jangan Ada Bunga diantara Kita. Jakarta: PT. Elex Komputindo.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Karim, Adiwarman, ir, S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta : Raja Grafindo.
Kotler, Philip. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid I. Alih Bahasa: Damos Sihombing. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. Jakarta: Erlangga.
Monroe, Kent B. 1992. Kebijakan harga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Muhamad. 2000. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah,  Yogyakarta: UII Press.
                . 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
                . 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Perwataatmaja, Karnaen, dan Syafi’i Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam.  Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Saeed, Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: Andi.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP FE UI
Widayat,
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Manajerial. Yogyakarta: Media Widya Mandala.
www.republika.com Mendorong Realisasi Dual Banking System. ( diakses 8 April 2008).
www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=9911 Baitul Maal wa at Tamwil. (diakses 8 Mei 2008)
http://ruzaqir.multiply.com/journal. Prinsip-prinsip Operasional Bank Islam. (diakses 8 April 2008)
Yumanita, Diana. 2005. Bank Syariah : Gambaran Umum. Jakarta : PPSK-BI. 


Sumber :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CFQQFjAG&url=http%3A%2F%2Fdirectory.umm.ac.id%2FData%2520Elmu%2Fdoc%2Frevisi_proposal_dwi_yuni.doc&ei=4SxsVbeIK4qiugSvgIPgAQ&usg=AFQjCNGY4w3rgcsyu5lS2fIiR4m1YivFgQ&bvm=bv.94455598,d.c2E