Nama : Putri Chelline Syari
NPM : 25211638
Kelas : 4EB08
(Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia(KANINDO) Syariah Malang dan
BMT Ahmad Yani Malang)
Oleh
Dwi Yuni
Indah Lestari
04610121
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MEI 2008
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN PROFIT MARGIN PADA
PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH
A.
Latar Belakang Masalah
Ekonomi konvensional telah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga
keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan dari pada digunakan
sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga
menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang
digunakan adalah bunga (interest).
Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi bagi banyak
orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis
hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai
sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari
terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi. (www.ruzaqir.multiply.com/journal).
Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan sebagai barang dagangan (komoditas)
yang diperjual belikan. Ketentuan ini telah banyak dibahas ulama seperi Ibnu
Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal dipertegas
lagi Choudhury dalam bukunya “Money in
Islam: a Study in Islamic Political Economy”, bahwa konsep uang tidak
diperkenankan untuk diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan
moneter sebuah negara.
Islam tidak
mengenal adanya system money demand for
speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Islam menjadikan harta sebagai obyek zakat.
Uang adalah milik masyarakat, sehingga menimbun uang dan tidak menggunakannya
untuk kegiatan produktif adalah dilarang, karena hal itu berarti mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus
selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam
perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan
semakin baik perekonomian. (www.syariahlife.com)
Bagi mereka yang tidak
dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi
dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi
hasil. Bila tidak ingin mengambil resiko karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah,
maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan
uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan
untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam
pertukaran, karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran
di zaman dahulu yaitu barter (bai' al
muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Rasulullah Saw juga
menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan - kelemahan akan sistem
pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui
uang, oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan
uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Islam juga
tidak mengenal konsep time value of money,
tetapi Islam mengenal konsep economic
value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri.
Islam memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada
bayar tunai. Yang lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga tangguh
yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money, namun karena semata-mata karena ditahannya
aksi penjualan barang.
Berkat
perjuangan panjang yang tak kenal lelah, kehadiran lembaga keuangan berasaskan
syariah Islam mulai mendapatkan tempat di Indonesia sejak sekitar awal tahun
1990an. Lebih jauh dari itu, perkembangan selanjutnya, secara kelembagaan
terjadi variasi yang disebabkan oleh adanya hambatan ketentuan yuridis formal,
sementara gairah dan usaha mengembangkan ekonomi syariah terutama di kalangan
bawah cukup tinggi, maka lahirlah variasi baru yang lazim dikenal dengan Baitul Maal wa at-Tamwil atau biasa
disingkat dengan BMT.
Terjadinya
pertumbuhan kuantitas yang relatif cepat dalam lembaga keuangan Islam yang
berbentuk BMT tidak diimbangi dengan bukti nyata yang mengindikasikan bahwa jumlah
tersebut memang riil, dalam artian bahwa semua BMT yang tercatat tersebut
berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya justru ada kesan bahwa sebagian
besar BMT tersebut tidak jelas eksistensinya, apalagi kemajuannya.
Keberadaan perbankan syariah di tengah-tengah aktivitas perekonomian
sebagai alternatif dari perbankan konvensional merupakan suatu hal yang cukup
positif. Masyarakat muslim telah mendapatkan solusi atas permasalahan yang
terkait dengan fatwa MUI tentang pengharaman bunga bank. Perbankan syariah juga
menjanjikan suatu sistem operasional yang lebih adil khususnya yang ada pada
sistem profit loss sharing (bagi hasil) seperti yang ada pada
sistem Mudharabah dan sistem Musyarakah. Namun di dalam
perjalanannya produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ini
masih ter-marginalkan (tersisihkan),
dan yang muncul ke permukaan adalah produk jual beli ‘mark up’ seperti murabahah
yang tentunya masih dikhawatirkan publik sebagai upaya yang belum maksimal yang
dijalankan oleh perbankan syariah.
Pembiayaan murabahah sampai saat ini masih
merupakan pembiayaan yang dominan bagi perbankan syari'ah di dunia, tetapi
banyak kritikan dilontarkan pada bank syari'ah dalam masalah penetapan margin keuntungan. Hal ini dikarenakan
produk pembiayaan murabahah merupakan
produk yang mirip dengan produk pembiayaan kredit berbunga flat pada bank konvensional.(www.adln.lib.unair.ac.id)
Akad murabahah merupakan
akad jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang
disepakati, akibat transaksi jual beli murabahah
menyebabkan timbulnya piutang murabahah.
Karena adanya penangguhan pembayaran ini menimbulkan kesan bahwa pembiayaan murabahah
tidak berbeda dengan pemberian kredit berbunga oleh bank konvensional. Di dalam
debt financing (pembiayaan hutang) bank konvensional ada beberapa unsur
seperti adanya pre fixed interest (bunga) yang ditetapkan di awal
peminjaman, bunga tersebut muncul akibat dari penundaan pembayaran dan wujudnya
spekulasi. Kalau dalam konvensional ada pre-fixed interest, maka di
dalam murabahah ada pre-fixed profit (suatu penetapan tambahan),
dan penambahan itu juga disebabkan karena adanya unsur penundaan pembayaran.
Unsur spekulasi terhadap perubahan base landing rate (suku bunga) telah
dihilangkan dengan memakai fixed rate (nilai mark up yang tetap).
Berdasarkan uraian di atas dan
mengingat betapa pentingnya suatu proses penetapan profit margin pada produk murabahah
bank syariah, maka dirasa perlu penulis mengadakan penelitian dengan mengambil
judul ”Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penetapan Profit Margin pada Produk Pembiayaan Murabahah (Studi
Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah Malang dan BMT Ahmad
Yani Malang)”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah faktor Cost of Fund, Overhead Cost dan Risk Cost berpengaruh
terhadap penetapan profit margin
produk pembiayaan murabahah pada Koperasi
Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
2. Di antara ketiga
faktor di atas, manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT
Ahmad Yani Malang?
C.
Batasan Penelitian
Penelitian diharapkan tetap
dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan jelas, oleh karena itu
perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam penelitian.
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang
dianalisis dibatasi pada data laporan keuangan tahun 2005 sampai 2007.
2. Aspek yang dianalisis
meliputi Cost of Fund, Overhead
Cost, dan Risk Cost.
D.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian
ini adalah :
a. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah
pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
b. Untuk mengetahui
faktor yang paling berpengaruh dalam penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah
pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi
Lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana
dalam mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah di masa yang akan datang.
b. Bagi nasabah dan
calon nasabah
Bagi nasabah berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional
lembga keuangan syariah dalam menetapkan profit
margin pada produk pembiayaan murabahah-nya.
c. Bagi
Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam
penelitian selanjutnya.
E.
Tinjauan Pustaka
1. Penelitian
Terdahulu
Penelitian terdahulu diambil dari thesis yang
berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Margin Pembiayaan Murabahah (Studi
Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia) “ oleh Adi Nugroho. Berdasarkan dari
analisis hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa faktor biaya overhead, dan bagi hasil Dana Pihak
Ketiga (DPK) secara signifikan mempengaruhi margin
murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah
dan profit target tidak berpengaruh
terhadap margin pembiayaan murabahah walaupun terdapat korelasi.
Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengangkat topik
tentang penetapan profit margin pada
produk pembiayaan murabahah. Perbedaan
penelitian yang sekarang dengan penelitian yang terdahulu terletak pada objek
penelitian, jika peneliti terdahulu pada Bank Muamalat Indonesia, objek
peneliti sekarang adalah Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Ahmad Yani,
serta faktor yang diteliti pada penelitian sekarang yaitu cost of fund,biaya overhead,
dan risk cost sedangkan penelitian
terdahulu faktor yang diteliti adalah biaya overhead,
volume pembiayaan murabahah, profit
target dan bagi hasil dana pihak ketiga.
2.
Landasan Teori
a. Baitul Maal wat Tamwil
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi simpan
pinjam. Di Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring dengan semangat
umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis ekonomi tahun
1997. Kemunculan BMT merupakan usaha sadar untuk memberdayakan ekonomi
masyarakat. Konsep ini mengacu pada definisi baitul maal pada masa kejayaan Islam, terutama pada masa Khulafaur
Rasyidin (632-661 M). Dalam bahasa Arab “bait”
berarti rumah, dan "maal"
yang berarti harta: rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Waktu itu
dikenal istilah “diwan” yakni tempat
atau kantor yang digunakan oleh para penulis katakanlah sekretaris baitul mal untuk bekerja dan menyimpan
arsip-arsip keuangan.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan,
konsep baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan
harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan
perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak
dan shodaqoh, juga tidak mungkin lagi
dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran
pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan oleh negara. Beberapa
organisasi, intansi atau perorangan yang menaruh perhatian pada sejarah Islam
kemudian mengambil konsep baitul mal
ini dan memperluasnya dengan menambah ”baitut
tamwil” yang berarti rumah untuk menguangkan uang. Menjadilah baitul mal wat tamwil (BMT).
b.
Bank Syariah
Bank Islam atau
dikenal sebagai bank syariah mulai lahir dan dikenal dikalangan masyarakat
Indonesia sekitar tahun 1990-an, yaitu setelah adanya Peraturan Pemerintah
No.72 Tahun 1992, yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang No.10 tahun
1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, pasal 1 ayat 3, disebutkan
bahwa, “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Dalam
beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum
pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan pokok antara perbankan
Syariah dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba(bunga) bagi
perbankan syariah. Dengan kata lain, perbedaan pokoknya menyangkut
kontraprestasi yang diberikan oleh kedua belah pihak (pihak bank dan nasabah).
c.
Prinsip Operasional Bank Syariah
Secara garis besar, menurut Muhammad (2002:84) hubungan ekonomi berdasarkan
syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima
konsep dasar akad.
1) Prinsip
Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk
al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan
investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito.
Dalam dunia perbankan konvensional al-Wadia’ah
identik dengan giro.
2) Bagi
Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini
dapat terjadi antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah
dan musyarakah. Lebih jauh lagi,
prinsip mudharabah dapat dipergunakan
sebagai dasar untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan,
sedangkan musyarakah lebih banyak
untuk pembiayaan.
3) Prinsip
Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di
mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat
nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank,
kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah
harga beli ditambah keuntungan (margin).
4) Prinsip
Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya
pennyewaan traktor dan alat-alat produksi lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli
dahulu equipment yang dibutuhkan
nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati kepada nasabah.
(2) Baiat takjiri atau Ijarah at muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk mmemiliki
barang pada akhir masa sewa (financial
lease).
5) Prinsip
Jasa (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring,
Inkaso, Jasa Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr walumullah.
d.
Penghimpunan Dana Bank Syariah
1) Titipan
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana
adalah dengan menggunakan prinsip titipan (Syafi’i, 2001:148). Adapun akad yang
sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Al-wadi’ah merupakan titipan murni
yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah
: wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamanah.
a) Wadi’ah Yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
i)
Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan.
ii)
Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban
untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
iii) Sebagai
kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang
menitipkan.
iv) Mengingat
barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima
titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan unuk jenis ini adalah jasa
penitipan atau safe deposit box.
b) Wadi’ah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik berikut ini :
i)
Harta dan barang yang dititipkan boleh
dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
ii)
Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima
titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.
iii) Produk
perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
iv) Bank
konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan
persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus
(semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan
dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih
dari pihak bank.
v) Jumlah
pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena
pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.
vi) Produk
tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah
karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa
diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat lain yang dipersamakan.
2) Investasi
Menurut Syafi’i (2001:150) prinsip lain yang digunakan dalam penghimpunan
dana yang dilakukan oleh bank syariah adalah prinsip investasi. Akad yang
sesuai dengan prinsip ini adalah akad mudharabah.
Tujuan dari mudharabah adalah
kerjasama antara pemilik dana (shahibul
maal) dan pengelola dana (mudharib)
dalam hal ini adalah pihak bank.
Secara garis besar, mudharabah
terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a) Mudharabah Muthlaqah (General Investment) yang memiliki
karakteristik:
i)
Shahibul maal tidak memberikan
batasan-batasan (restriction) atas
dana yang diinvestasikannya. Mudharib
diberi wewenang penuh untuk mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu,
tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya.
ii)
Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa
b) Mudharabah Muqayyadah, memiliki karakteristik:
i)
Shahibul maal memberikan batasan atas
dana yang diinvestasikannya. Mudharib
hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk
jenis usaha tertentu saja, waktu tertentu, dan lain-lain.
ii)
Aplikasi perbankan yangg sesuai dengan akad ini ialah special investment.
e.
Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Dahlan (2005:423) bentuk
penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan
operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu:
1) Prisinp
Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh
perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu
sebagai berikut:
a) Bai’ al Murabahah
Bai’
al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi
jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi
kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau
dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada
nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai
pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau
tangguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
b) Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya
dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’
as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka
pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya.
Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad.
c) Bai’ al-Istishna
Bai’
al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak
penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan
dengan cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’
as-salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara
dalam bai’ as-salam dilakukan secara
tunai.
2) Prinsip
Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil
atau profit sharing dalam perbankan
berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-Mudharabah
dan al-Musyarakah.
a) Al-Mudharabah
Al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak di mana pihak pertama
(pemilik modal atau shahibul maal)
menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu al-mudharabah muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah.
i) Al-Mudharabah
Muthlaqah
Al-mudharabah
muthlaqah merupakan bentuk mudharabah antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib, di mana shahibul
maal memberikan hak atau kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib untuk melakukan bisnis.
ii) Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah muqayyadah
ini sangat berbeda dengan al-mudharabah
muthlaqah. Sifat kontrak kerjasama antara shahibul maal dan mudharib
memberikan batasan kepada mudharib
dalam melaksanakan bisnisnya misalnya pembatasan mengenai segmen usaha atau
lokasi usaha yang boleh dilaksanakan dan lain sebagainya, yang diatur dalam
akad perjanjian kerja sama.
iii) Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
3) Prinsip
Sewa Menyewa
a) Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau
jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan
hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa
suatu baranag dalam kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
b) Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah
Muntahiya Bit-tamlik adalah akad
atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu
barang
Antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk
membeli obyek sewa pada akhir akad.
4) Prisip
Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam
meminjam berdasarkan qardh. Bank
Indonesia mendefinisikan Al-Qardh
sebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam
yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara
cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
f.
Penyaluran Jasa Bank Syariah
Menurut Syafi’i (2003:120) penyaluran jasa bank syariah dibagi menjadi:
1) Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan,
pendelegasian atau pemberian mandat. Al-wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan.
2) Al-Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
3) Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepad orang lain yang
wajib menanggungnya.
4) Ar-Rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai.
5) Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
g.
Pembiayaan Murabahah
1)
Pengertian Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan
bentuk pembiayaan berprinsip jual beli yang pada dasarnya merupakan penjualan
dengan keuntungan (margin) tertentu yang ditambahkan diatas biaya
perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan secara tunai maupun angsuran (Yumanita, 2005:27).
Murabahah adalah suatu pembiayaan
dengan akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati, dimana penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2004:101).
Bank-bank Islam mengambil murabahah
untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang
walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan dalam
perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu yang pertama
adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah kesepakatan
berdasarkan mark-up (keuntungan)
(Saeed, 2003:138).
Adapun kelebihan kontrak murabahah
(pembayaran yang ditunda) menurut Saeed (2003:139) adalah sebagai berikut :
a) Pembeli
mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga pokok barang dan
keuntungan (mark-up) yang diartikan
sebagai prosentase harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
b) Subyek
penjualan adalah barang atau komoditas.
c) Subyek
penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnyadan ia hendaknya mampu
mengirimkannya kepada pembeli
d) Pembayaran yang
ditunda
Bank-bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan hampir
tujuh puluh lima persen dari asetnya. Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi
perbankan Islam di antaranya :
a)
Murabahah adalah mekanisme penanaman
modal jangka pendek jika dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah
b)
Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank mampu
mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi dengan system
bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif.
c)
Murabahah menghindari ketidakpastian
yang dilekatkan dengan perolehan usaha berdasarkan system profit and loss sharing.
d) Murabahah tidak mengijinkan bank Islam
untuk turut campur dalam manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan
klien tetapi hubungan mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.
Gambar 2
Sumber : Yumanita (2005:28)
Pembiayaan murabahah merupakan
salah satu jenis pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah yang mempunyai
beberapa syarat, antara lain:
a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada
nasabah.
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan
rukun yang ditetapkan.
c) Kontrak harus bebas dari riba.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila
terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip,
jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :
a) Melanjutkan pembelian seperti
apa adanya.
b) Kembali kepada penjual dan
menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c) Membatalkan
kontrak.
Sedangkan
ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No.59:
a) Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan,
bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
b) Murabahah berdasarkan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang
dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank
(sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan
nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi
beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
c) Pembayaran murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk
cara pembayaran yang berbeda.
d) Bank dapat memberikan potongan
apabila nasabah:
i)
mempercepat pembayaran cicilan; atau
ii) melunasi piutang murabahah
sebelum jatuh tempo.
e) Harga
yang disepakati dalam murabahah
adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat
potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan
tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan
berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
f) Bank
dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara
lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
g) Bank dapat
meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad
apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan
piutang murabahah apabila murabahah
jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan.
Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta
tambahan dari nasabah.
h) Apabila nasabah
tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan,
bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak
mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran.
Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat
nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang
diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai
dana sosial (qardhul hasan).
Transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat
dan resiko yang harus diantisipasi sesuai dengan sifat bisnisnya (tijarah).
Salah satu manfaatnya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli
dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah sederhana, di mana
hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
a.
Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menetapkan profit margin pembiayaan murabahah pada perbankan syari’ah. Karena Murabahah merupakan
akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada
harga sebuah produk yang ditawarkan kepada nasabah.
1) Metode-metode Penentuan
Harga Jual dan Profit Margin
Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat diterapkan dalam pembiayaan di bank
syariah di antaranya:
a) Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk
pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted
Investment Account (RIA) atau Mudharabah
Muqayyadah sebab akad mudharabah
muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil
dari modal yang diinvestasikan.
b) Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme
operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan
klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut
natural certainty contract, dan akad
yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural
certainty contract, maka metode yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
r p r =
n.v
di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah transaksi dalam satu periode
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural
uncertainty contract, maka metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr)
epr diperoleh berdasarkan:
i)
Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
ii) Pertumbuhan ekonomi
iii) Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang
bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank = e p r / expected return
bisnis yang dibiayai*100%
Actual return bank = nisbah bank + actual return
bisnis
2) Penetapan Margin
Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah menerapkan margin
keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun
waktu (timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan
istishna’. Referensi margin
keuntungan pada bank syari’ah adalah margin
keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/ Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang kecil dapat terdiri dari
Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan
kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat
terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala
Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi, Kepala
Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan
kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai
penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan
memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing
atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk
pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas,
jangka waktu, bagaimana dealing
dengan secondary reserve untuk kegiatan
Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting adalah
menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara
umum, tanggung jawab ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank
agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan
meminimalkan resiko. Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan
rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan
mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a) Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau
tingkat margin keuntungan rata-rata
beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor
langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang
ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor
langsung terdekat.
b) Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah
tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata
suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai
kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga
bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor
tidak langsung yang terdekat.
c) Expected
Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan
kepada dana pihak ketiga.
d)
Acquiring Cost
Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank
yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
e)
Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank
yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost = Total biaya (di luar biaya dana x 100%
total earningassets (total aktiva
produktif)
(Karim, 2004:254).
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah memperoleh referensi margin
keuntungan, bank melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan
harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank dan margin keuntungan.
Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan murabahah ini
tidak fixed, tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan
melihat kemampuan dari debitur itu sendiri.
1) Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank
syariah Indonesia, portofolio pembiayaan murabahah
mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya di Indonesia, namun juga
terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan Pakistan.
Dengan penetapan margin keuntungan murabahah
yang tinggi, secara tidak langsung akan dapat menyebabkan inflasi yang
lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu
dicari format atau formula yang tepat, agar nilai penjualan dengan murabahah
tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa
pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin keuntungan murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun
dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah
dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga
penjualan, Rasul secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa
biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar
yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagi
salah satu metode bank syariah dalam menetukan harga jual produk murabahah.
Dengan demikian, secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon
nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga
Beli Bank + Cost Recovery +
Keuntungan
Cost Recovery = Proyeksi Biaya Operasi : Target Volume Pembiayaan
Margin dalam persentase = Cost Recovery + Keuntungan X 100%
Harga
Beli Bank
Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini
dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan murabahah kompetitif, margin murabahah tadi harus lebih kecil dari
bunga pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan
memperkecil cost recovery dan
keuntungan yang diharapkan.
A.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa faktor cost of fund, biaya overhead dan risk cost secara simultan berpengaruh terhadap penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
1. Bahwa
faktor cost of fund dan biaya overhead berpengaruh secara dominan
terhadap penetapan profit margin pada
produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan
BMT Ahmad Yani Malang
B.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha memberikan
suatu gambaran atau kondisi mengenai suatu objek penelitian (Kuncoro: 8).
2.
Jenis dan Sumber Data
Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk
menyusun suatu informasi (Arikunto, 2002:96). Jenis data dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Menurut Mudrajad data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat.
Data ini berupa laporan keuangan konsolidasi dan catatan-catatan lain yang mendukung.
Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan laporan
keuangan BMT Ahmad Yani Malang. Menurut
Arikunto(2002:107) yang dimaksud Sumber data adalah ” Subyek dimana data
diperoleh”. Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan
dalam metode pengumpulan data.
3.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto
(2002:135), metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa laporan keuangan dan catatan yang mendukung lainnya.
4.
Definisi Operasional Variabel
Variabel
yaitu objek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Tujuan dari definisi
operasional adalah penjelasan tentang variabel yang digunakan dalam analisis
penelitian ini.
a. Profit Margin adalah selisih antara harga jual bank dengan harga
beli. Menurut Muhammad, margin dalam persentase diperoleh dari : cost recovery ditambah dengan keuntungan
dibagi harga beli bank dikalikan 100%.
Margin = Cost Recovery + Keuntungan x
100%
Harga beli bank
b.
Cost of Fund adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank untuk memberi imbalan kepada nasabah (bagi hasil yang
diberikan oleh bank). Cost of fund dihitung dengan cara mengalikan equivalent
rate yang berlaku dengan reserve ratio yang telah ditentukan oleh
Bank Indonesia.
Rumus Cost of Fund = x Equivalentrate
c. Overhead Cost adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank
dalam rangka proses penghinpunan dana tersebut.
Overhead Cost = Jumlah biaya overhead X 100% Jumlah
Aktiva Produktif
d.
Risk Cost
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/ 9/ PBI/ 2003 mengenai
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produkti f(PPAP) bagi bank syari’ah tanggal 19
Mei 2003 adalah sebagai berikut:
1)
Cadangan Umum
1 % dari seluruh aktiva produktif yang lancar, tidak termasuk sertifikat
wadi’ah Bank Indonesia dan surat hutang pemerintah.
2)
5 % dalam perhatian khusus
15 % kurang lancar
50% diragukan, dan
100% macet.
3) Khusus untuk piutang Ijarah ditetapkan sebesar 50% dari masing-masing
kewajiban pembentukan penyisihan penghapusan.
5.
Metode Analisis Data
Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik regresi berganda,
yang merupakan perluasan dari regresi linear sederhana yaitu dengan menambah
jumlah variabel bebas. Secara fungsional, model regresi berganda dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 +
b2X2 + b3X3 + e
Dimana, Y: Profit Margin
X1: Cost of Fund
X2: Overhead Cost
X3: Risk Cost
b1…b3: Koefisien
Regresi dari variabel Independent atau X1…X3
e: Standar error persamaan regresi
a.
Estimasi Koefisien Regresi
Untuk
mencari koefisien regresi masing-masing variabel dapat dilakukan denga
persamaan:
b0 + b1∑ X1 + b2∑
X2 =∑ y
b0∑X1 + b1∑
X21 + b2∑ X1X2 =∑ X1 y
b0∑X2 + b1∑X1X2 + b2∑X22 =∑ X2 y
b.
Standar Error Estimasi
Untuk
mengukur penyimpangan dari data dapat dilakukan dengan jalan menghitung standar
error estimasi dengan rumus:
Sy x1 x2 = √ ∑( y – yc
)2
n – k
di mana:
Sy x1 x2 : standar error estimasi
y :
nilai data y
yc : nilai y estimasi
n – k : derajat bebas
c.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi yakni suatu nilai yang menggambarkan total variasi
dari y (variabel terikat) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien
determinasi yang besar menunjukkan bahwa regresi tersebut mampu dijelaskan
secara besar pula. Nilai koefisien determinasi ( R2 ) dalam regresi
ganda dapat diperoleh dengan formulasi sebagai berikut: (
∑ y )2
R2 = b0
∑ y + b1 ∑x1 y + b2 ∑ x2 y - n
∑ y2
- ( ∑ y )2
n
d.
Asumsi Klasik Ordinary Least Square
(OLS) dalam Regresi Ganda
1) Multicollinierity
menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Dalam
pendugaan atau estimasi dengan OLS, asumsi ini harus terpenuhi, bila tidak
terpenuhi knsekuensi yang akan diperoleh adalah:
a) koefisien regresi dari variabel bebas (X) tidak bias diestimasi.
b) rentang dari tingkat keyakinan menjadi semakin lebar, sehingga
probabilitas menerima hipotesa padahal hipotesa itu salah semakin besar
c) tidak mungkin dapat dipisahkan antar variable jika antar variabel
tersebut saling berhubungan
2) Otokorelasi
Dalam model regresi klasik mensyaratkan tidak ada otokorelasi antara ei
dan ej. Jika terjadi otokorelasi maka konsekuensinya adalah
estimator tidak efisien, oleh karena itu interval keyakinan menjadi lebar.
Konsekuensi lain jika otokorelasi dibiarkan maka varian pengganggu menjadi underestimate, yang pada akhirnya
penggunaan uji t dan uji F tidak bias digunakan lagi.
3) Heteroskedastisitas
Asumsi lain yang penting dari model regresi linear klasik adalah kesalahan
pengganggu mempunyai varian sama untuk semua pengamatan. Jika asumsi ini tidak
terpenuhi maka sekalipu sampel diperbesar, standar error tidak lagi minimum,
sehingga estimasi OLS tidak lagi efisien dan pada akhirnya akan menimbulkan
kesimpulan yang tidak tepat.
e. Uji Hipotesis
Suatu
perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak).
Sebaliknya, disebut tidak signifikan
bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0 diterima.
1)
Uji F
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji apakah semua parameter dalam
model sama dengan nol, atau:
H0: b1 =
b2 = … = bk = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha),
tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
Ha: b1
≠ b2 ≠ … ≠ bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik F. Nilai statistik F
dihitung dari formula sebagai berikut:
F = MSR =
SSR / k
MSE
SSE / (n-k)
Di mana SSR = sum of square due to
regression = ∑ (Ŷi – y )2 ;
SSE = sum of
square error = ∑ (Yi – Ŷi)2 ;
n = jumlah
observasi;
k =
jumlah parameter (termasuk intersep) dalam model
MSR = mean
square due to regression;
MSE = mean of
square due to error.
2)
Uji t (t-test)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter
sama dengan nol, atau:
H0 : b1
= 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha),
parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:
Ha : b1
≠ 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik t. statistik t
dihitung dari formula sebagai berikut:
t = (b1 – 0 ) /
S = b1 / S
di mana S = standar deviasi, yang dihitung dari akar varians. Varians (variance), atau S2 diperoleh
dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom). Dengan kata lain:
S2 = SSE
n -
k
di mana n = jumlah observasi
k
= jumlah parameter dalam model, termasuk intersep
Daftar
Pustaka
Antonie, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press
Antonio, Syafi’i dan kawan. 2003. Bank Syariah. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman.
Yogyakarta: Ekonisia.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnawi,
Said Kelana. 2005. Riset Keuangan:
Pengujian-pengujian Empiris. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gozali,
Ahmad. 2005. Serba-serbi Kredit Syariah.
Jangan Ada Bunga diantara Kita. Jakarta: PT. Elex Komputindo.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Karim, Adiwarman, ir, S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan.
Jakarta : Raja Grafindo.
Kotler, Philip. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran.
Jilid I. Alih Bahasa: Damos Sihombing. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro,
Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis
& Ekonomi. Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. Jakarta: Erlangga.
Monroe, Kent B. 1992. Kebijakan harga. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
Muhamad. 2000. Sistem & Prosedur Operasional
Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press.
. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Perwataatmaja,
Karnaen, dan Syafi’i Antonio. 1992. Apa
dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf.
Saeed,
Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga.
Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, Jonathan.
2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis
dengan SPSS. Yogyakarta: Andi.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP
FE UI
Widayat,
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Manajerial.
Yogyakarta: Media Widya Mandala.
Yumanita, Diana. 2005. Bank Syariah : Gambaran Umum. Jakarta : PPSK-BI.
Sumber :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CFQQFjAG&url=http%3A%2F%2Fdirectory.umm.ac.id%2FData%2520Elmu%2Fdoc%2Frevisi_proposal_dwi_yuni.doc&ei=4SxsVbeIK4qiugSvgIPgAQ&usg=AFQjCNGY4w3rgcsyu5lS2fIiR4m1YivFgQ&bvm=bv.94455598,d.c2E