Copyright © Putri Chelline Syari
Design by Dzignine
Senin, 01 Juni 2015

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH



Nama :   Putri Chelline Syari
NPM  :   25211638
Kelas :   4EB08 

Saiful Bachri
Suhadak
Muhammad Saifi
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence about the effect of the Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Operational Efficiency Ratio (OER) and the Financing to Deposit Ratio (FDR) to the Return On Assets (ROA) and to determine the variable that give the dominant influence on the profitability of Islamic banks. The populations used in this study were all Islamic Banks operating in Indonesia. Purposive sampling was used a sampling method, obtaining three Islamic Banks. Secondary data was used as a form of financial statements quarterly publicized; starting from the first quarter of 2009 to the third quarter of 2012. The data analyses employed the use of multiple linear regression approach. The results of this study indicate that the variable Operational Efficiency Ratio (OER) has a significant influence on the Return on Assets (ROA) with a significance level of 0,000. While, the variable Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF) and the Financing to Deposit Ratio (FDR) did not significantly affect to the Return on Assets (ROA) with a significance level of each variable of 0,641 (CAR), 0,166 (NPF) and 0,440 (FDR). Variable that affect dominantly to the Return on Assets (ROA) is the Operational Efficiency Ratio (OER) with a beta value of 0,563.

Keywords: Financial Ratios, Financial Performance


1.    PENDAHULUAN
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional (http://www.bi.go.id).
Pada tanggal 10 November 1998 pemerintah menetapkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Terdapat dua materi pokok penting dalam UU No. 10 Tahun 1998 yang mendorong perbankan syariah tumbuh dan berkembang pesat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, yaitu penegasan kemandirian Bank Indonesia dalam pembinaan dan pengawasan perbankan dan kemudahan pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank, dengan dimungkinkannya bank umum untuk menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan sekaligus menjalankan pola pembiayaan dan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah (Dendawijaya, 2009:2).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dipengaruhi karena bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Salah satu prinsip syariah adalah menerapkan prinsip bagi hasil yang bebas dari riba (bunga). Secara perspektif Islam keberadaan riba dilarang, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Ali Imran ayat 130 :
Yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa ta/kuluu alrribaa adhaafan mudaa’afatan waittaquu allaaha la’allakum tuflihuuna.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Seiring dengan bertambahnya jumlah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, industri perbankan syariah juga mengalami peningkatan volume usaha yang cukup besar. Berdasarkan data statistik Bank Indonesia tentang Perbankan Syariah sampai dengan Januari 2012, menunjukkan perkembangan kegiatan usaha perbankan syariah sebagai berikut:
Gambar 1 Pertumbuhan Aset, DPK, dan Pembiayaan Perbankan Syariah
Penilaian kesehatan bank dapat dilaksanakan melalui analisis terhadap laporan keuangan. Menurut Riyadi (2006:169), tingkat kesehatan bank adalah penilaian atas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum berdasarkan Syariah. Pengukuran tingkat kesehatan bank syariah tersebut diatur dalam ketentuan Surat Edaran No. 9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007, yang mengatur tentang tata cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang dapat mewakili kesehatan bank menurut aspek keuangan yaitu: Capital, Assets, Earning, dan Liquidity. Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) mewakili kecukupan modal, Non Performing Financing (NPF) sebagai rasio pembiayaan bermasalah dapat mewakili kesehatan kualitas aset, Operational Efficiency Ratio (OER) merupakan rasio efisiensi yang diukur menurut beban operasional terhadap pendapatan operasional yang mencerminkan tingkat efisiensi operasional, dan Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio likuiditas. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas adalah Return On Assets (ROA).
Obyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah bank syariah dengan periode pengamatan tahun 2009-2012. Pemilihan bank syariah sebagai sampel penelitian karena perbankan syariah merupakan perbankan yang berlandaskan nilai ajaran agama Islam yang tergolong baru namun mampu berkembang secara pesat dengan pertumbuhan aset, jaringan operasional, dan pangsa perbankan syariah yang terus meningkat dan mampu bersaing dengan perbankan konvensional meskipun dalam pertumbuhannya masih jauh berada di bawah pangsa perbankan konvensional di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini peneliti akan menguji bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Operational Efficiency Ratio (OER), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Assets (ROA). Dengan demikian, penelitian ini berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah.”

2.    KAJIAN PUSTAKA
2.1 Profitabilitas Bank Syariah
Tugas utama bank syariah sebagaimana bank umum lainnya adalah mengoptimalkan laba, meminimalkan resiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi bank syariah sama halnya yang dialami oleh bank konvensional, kecuali resiko tingkat bunga dalam memperoleh imbal jasa atas usaha operasionalnya.
Profitabilitas atau laba dalam bahasa arab mempunyai makna pertumbuhan dalam dagang. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 16:
Ulaa-ika alladziina isytarawuu aldhdhalaalata bialhudaa famaa rabihat tijaaratuhum wamaa kaanuu muhtadiina.
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
Ayat di atas memberi kesimpulan bahwa pengertian laba adalah kelebihan atas modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh dari proses perniagaan.
Profitabilitas pada bank syariah harus dibagi antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan. Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasil yang sama atas semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah.
Menurut Arifin (2005:58), rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank, yaitu Return On Assets (ROA). ROA merupakan perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets) atau perbandingan dari laba sebelum pajak dan zakat terhadap total aset. ROA dapat dihitung sebagai berikut:
ROA =
Perhitungan ROA diatas sesuai dengan SE BI No. 9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007 tentang penilaian kesehatan bank syariah.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing,  Operational Efficiency Ratio, dan  Financing to Deposit Ratio dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan atas hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA).

2.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian. Besarnya modal suatu bank akan berpengaruh pada kemampuan suatu bank secara efisien menjalankan kegiatannya, dan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat (khususnya untuk masyarakat peminjam) terhadap kinerja bank. Kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro, deposito, dan tabungan yang melebihi jumlah setoran modal dari para pemegang sahamnya.
Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit. Jika nilai CAR tinggi (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%) berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA) yang bersangkutan. Rasio CAR dapat dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1a, rasio CAR dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara modal bank terhadap aktiva tertimbang menurut resiko. Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio saham, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan pinjaman subordinasi. Sedangkan ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8%. Menurut Siamat (2005:287), angka tersebut merupakan penyesuaian dari ketentuan yang berlaku secara internasional berdasarkan standar Bank for International Settlement (BIS).

2.3 Non Performing Financing (NPF)
Tingkat kelangsungan usaha bank berkaitan dengan aktiva produktif yang dimilikinya. Oleh karena itu, manajemen bank dituntut untuk senantiasa dapat memantau dan menganalisis kualitas aktiva produktif yang dimilikinya. Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi oleh bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank. Aktiva produktif yang dinilai kualitasnya meliputi penanaman dana baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga.
Rasio NPF menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko usaha bank yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur. Rasio NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPF =
Menurut Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 Lampiran 14, NPF diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan. NPF yang tinggi akan memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Oleh karena itu, bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan laba (ROA) yang diperoleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M). Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NPF yang baik adalah di bawah 5%.

2.4 Operational Efficiency Ratio (OER)
Rasio OER digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan. Rasio OER dapat dirumuskan sebagai berikut:
OER =  
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1d, OER diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio, semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan lain-lain). Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya.

2.5 Financing to Deposit Ratio (FDR)
Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank, hal tersebut disebabkan karena dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana dari masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Likuiditas suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajibannya (Siamat, 2005:336).
Salah satu penilaian likuiditas bank adalah dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR). FDR dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Rasio FDR digunakan untuk mengukur kemampuan bank tersebut apakah mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan. Rasio FDR dapat dirumuskan sebagai berikut:
FDR =  
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1e, FDR dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2004:71). Semakin tinggi FDR maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).

3.      METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1.    Return On Assets (Y)
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total aset/total aktiva bank yang bersangkutan. 
2.    Capital Adequacy Ratio (X1)
CAR adalah rasio kinerja bank yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank untuk menanggung risiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko.
3.    Non Performing Financing (X2)
NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
4.    Operational Efficiency Ratio (X3)
OER adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin rendah rasio ini berarti semakin efisien biaya opersional yang dikeluarkan bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil, sebaliknya keuntungan yang diperoleh semakin besar.
5.    Financing to Deposit Ratio (X4)
FDR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam pembiayaan dengan menggunakan dana yang dihimpun dari pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, likuiditas semakin menurun karena jumlah dana yang diperlukan untuk pembiayaan juga semakin banyak dan keuntungan yang diperoleh juga semakin besar.
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010:173), sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang bisa mewakili populasi (Hasan, 2008:84). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank syariah yang beroperasi di Indonesia.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009:96). Pertimbangan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:
1.    Bank syariah yang terdaftar di Bank Indonesia
2.    Bank syariah yang tergabung dalam Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa.
3.    Bank syariah yang beroperasi sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 dan mempublikasikan laporan keuangan triwulan sesuai dengan periode penelitian tahun 2009-2012.
Sampel yang diambil berdasarkan kriteria di atas adalah sebanyak 45 sampel yang diperoleh dari 3 x 15 (perkalian antara jumlah bank dengan periode pengamatan), terdiri dari laporan keuangan triwulan Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah yang dimulai dari triwulan I tahun 2009 hingga triwulan III tahun 2012.
Analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.    Analisis deskriptif adalah suatu analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.    Analisis inferensial merupakan metode statistik untuk penarikan kesimpulan atau generalisasi untuk keseluruhan populasi atas dasar data sampel atau statistik yang diselidiki. Analisis ini bertujuan untuk mengukur besarnya pengaruh. Pelaksanaan dari analisis ini menggunakan beberapa alat bantu statistik, yaitu: uji asumsi klasik dan analisis regresi linear berganda.

3.1    Uji Asumsi Klasik
Model regresi berganda dengan pendekatan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang dijadikan sebagai alat estimasi harus memenuhi uji asumsi klasik, yaitu: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
a.    Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak.  Dalam uji ini akan digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05. Jika nilai Sig.>0,05 maka data terdistribusi normal, namun jika nilai Sig.<0,05 maka data tidak terdistribusi normal.
b.    Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Uji ini dapat dideteksi dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Jika nilai VIF<10 dan Tolerance<0,01 maka tidak terjadi multikolinearitas.
c.    Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson dengan ketentuan adalah jika d terletak antara du dan 4-du berarti tidak terjadi autokorelasi.
d.   Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Spearman’s rank correlation dengan cara mengkorelasikan antara absolut residual hasil regresi dengan semua variabel bebas. Bila signifikansi hasil korelasi>0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.2    Analisis Regresi Linear Berganda
Model analisis regresi linear berganda pada penelitian ini diformulasikan sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + µ
Ket:   Y         = ROA  
          α          = konstanta
          X1        = CAR
          X2        = NPF
          X3        = OER
          X4        = FDR
          β1 – β4 = koefisien regresi
          µ          = standar error

3.3    Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat analisa statistik berupa uji koefisien determinasi, uji F, uji t dan uji pengaruh secara dominan.
a.    Uji koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:15).
b.    Uji F
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:16).
c.    Uji t
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan (Ghozali, 2011:17).
d.   Uji pengaruh secara dominan
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing variabel independen dan menjadi variabel yang dominan berpengaruh terhadap variabel dependen pada model regresi. Nilai Beta terbesar dalam standardized coefficients menunjukkan bahwa variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang dominan terhadap variabel dependen.

4.    HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Uji Asumsi Klasik         
Pada uji normalitas (tabel 4.1) dapat diketahui bahwa residual (galat) menyebar normal karena nilai Sig. 0,063>0,05 sehingga dapat disimpulkan asumsi normalitas terpenuhi.

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas
N
Nilai Asymp. Sig.
Keterangan
45
0,063
Menyebar normal
 Sumber: data sekunder (diolah)
Pada uji multikolinearitas (tabel 4.2) dapat diketahui bahwa untuk semua variabel independen nilai Tolerance > 0,1 dan VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.


Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
Tolerance
VIF
Keterangan
CAR
0,967
1,034
Tidak terjadi  multikolinearitas
NPF
0,939
1,065
Tidak terjadi  multikolinearitas
OER
0,964
1,037
Tidak terjadi  multikolinearitas
FDR
0,927
1,079
Tidak terjadi  multikolinearitas
Sumber: data sekunder (diolah)
Pada uji autokorelasi (tabel 4.3) dapat diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2,253 terletak antara du dan 4-du yaitu 1,7200 < 2,253 < 2,2800 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.

Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi
Nilai Durbin Watson
Keterangan
2,253
Tidak terjadi autokorelasi
Sumber: data sekunder (diolah)

Pada uji heteroskedastisitas (tabel 4.4) dapat diketahu bahwa nilai Sig. untuk semua variabel independen > 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
Nilai Sig. (2-tailed)
Keterangan
CAR
0,687
Tidak terjadi heteroskedastisitas
NPF
0,067
Tidak terjadi heteroskedastisitas
OER
0,079
Tidak terjadi heteroskedastisitas
FDR
0,848
Tidak terjadi heteroskedastisitas
Sumber: data sekunder (diolah)

4.2    Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 4.5. Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
ROA  =   8,692-0,035CAR-
              0,097NPF-0,059OER-0,012FDR
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan nilai konstanta sebesar 8,692. Nilai ini menunjukkan bahwa jika tidak ada variabel CAR, NPF, OER dan FDR, maka nilai ROA akan sebesar 8,692%.
Koefisien regresi CAR sebesar -0,035 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% nilai CAR akan menurunkan ROA sebesar 0,035% dengan asumsi variabel independen lainnya tetap. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara CAR dengan ROA. Hal ini juga terjadi pada variabel NPF, OER dan FDR yang memiliki koefisien bernilai negatif dengan masing-masing nilai koefisien regresinya sebesar -0,097, -0,059 dan -0,012.
                  Tabel 4.5
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
8.692
2.047

4.247
.000
CAR
-.035
.075
-.059
-.470
.641
NPF
-.097
.069
-.180
-1.409
.166
OER
-.059
.013
-.563
-4.474
.000
FDR
-.012
.016
-.100
-.780
.440
a. Dependent Variable: ROA

4.3    Uji Hipotesis
Pada uji koefisien determinasi (tabel 4.6) dapat diketahui besarnya nilai Adjusted R Square sebesar 0,329. Hal ini berarti bahwa 32,9% ROA dapat dijelaskan oleh 4 variabel bebas (CAR, NPF, OER dan FDR), sedangkan sisanya 67,1% (100%-32,9%) ROA dipengaruhi oleh variabel lain di luar 4 variabel bebas yang diteliti tersebut.
Tabel 4.6
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.624a
.390
.329
.63462
a. Predictors: (Constant), FDR, CAR, OER, NPF
b. Dependent Variable: ROA
Pada uji F (tabel 4.7) dapat diketahui bahwa secara simultan variabel bebas (CAR, NPF, OER dan FDR) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Hal ini dibuktikan dari nilai signifikan sebesar 0,000 yang berarti nilai signifikannya < 0,05.
Tabel 4.7
ANOVAb
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
10.287
4
2.572
6.385
.000a
Residual
16.110
40
.403


Total
26.397
44



a. Predictors: (Constant), FDR, CAR, OER, NPF
b. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan hasil regresi pada uji t (tabel 4.5), menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hal ini dikarenakan nilai Sig. > 0,05 yaitu sebesar 0,641. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel CAR mempunyai koefisien regresi negatif, maka dapat disimpulkan bahwa variabel CAR mempunyai hubungan berlawanan terhadap ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar CAR belum tentu berpengaruh terhadap meningkatnya ROA karena beban operasional akibat perluasan jaringan kantor cabang yang terlalu besar dan proporsi pembiayaan bermasalah menyebabkan turunnya laba yang dicapai sehingga tidak mampu menunjang ketersediaan modal yang mencukupi. Dengan kata lain, jika bertambahnya CAR tersebut diikuti dengan penambahan aktiva kurang produktif seperti penyaluran pembiayaan yang kurang optimal maupun penambahan aktiva tetap akibat perluasan jaringan kantor cabang yang tidak ditunjang dengan peningkatan pembiayaan, maka tidak akan menghasilkan aliran kas yang optimal bagi perusahaan.
Pengaruh NPF terhadap ROA dapat dilihat dari nilai Sig. (tabel 4.5) > 0,05 yaitu sebesar 0,166. Hal ini menunjukkan bahwa NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel NPF mempunyai koefisien regresi negatif, maka dapat disimpulkan bahwa variabel NPF mempunyai hubungan berlawanan terhadap ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat NPF bank syariah masih tergolong rendah yaitu 3,79%, meskipun rata-rata NPF dibawah 5% namun ada periode dimana bank syariah mempunyai NPF diatas 5% (triwulan III tahun 2009 pada Bank Muamalat Indonesia sebesar 8,86%). Hal ini yang menyebabkan NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Kualitas kredit yang buruk akan meningkatkan risiko, terutama jika pemberian kredit dilakukan dengan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga bank akan menanggung risiko. Terdapatnya kredit bermasalah menyebabkan kredit yang disalurkan tidak banyak memberikan hasil.
Pengaruh OER terhadap ROA dapat dilihat dari nilai Sig. (tabel 4.5) < 0,05 yaitu sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa OER berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel OER mempunyai koefisien regresi negatif, maka dapat disimpulkan bahwa variabel OER mempunyai hubungan berlawanan terhadap ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika OER meningkat, maka ROA yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan karena tingkat efisiensi bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas bank tersebut. Jika kegiatan operasional dilakukan dengan efisien (OER rendah) maka pendapatan yang dihasilkan bank tersebut akan naik sehingga kinerja keuangan bank semakin meningkat.
Pengaruh FDR terhadap ROA dapat dilihat dari nilai Sig. (tabel 4.5) > 0,05 yaitu sebesar 0,440. Hal ini menunjukkan bahwa FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel FDR mempunyai koefisien regresi negatif, maka dapat disimpulkan bahwa variabel FDR mempunyai hubungan berlawanan terhadap ROA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi FDR belum tentu berpengaruh terhadap meningkatnya ROA karena besarnya pembiayaan yang diberikan oleh bank namun tidak diimbangi dengan penambahan jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun. Hal ini menyebabkan besarnya piutang yang belum diterima akan mengurangi kas sehingga menimbulkan hubungan yang negatif terhadap profitabilitas.
Pada uji pengaruh secara dominan (tabel 4.5), nilai dari koefisien Beta pada Standardized Coefficients telah diberi nilai mutlak untuk menghindari adanya kerancuan akibat nilai dari Beta yang bernilai negatif. Nilai negatif dan positif tersebut hanya menunjukkan arah dari koefisien. Nilai Beta terbesar pada Standardized Coefficients adalah 0,563 sehingga dapat dikatakan variabel yang paling berpengaruh terhadap ROA adalah OER.




5.    PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang sudah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Operational Efficiency Ratio (OER) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh secara simultan terhadap Return On Assets (ROA) Bank Syariah. Penggunaan keempat variabel independen tersebut dalam model regresi dapat digunakan untuk menentukan nilai variabel dependen yaitu tingkat profitabilitas (ROA).
2.    Variabel CAR berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA Bank Syariah. Penyebabnya karena beban operasional akibat perluasan jaringan kantor cabang yang menyebabkan turunnya laba sehingga ketersediaan modal tidak mencukupi. Hal ini membuktikan bahwa peran kecukupan modal bank syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak terlalu mempengaruhi ROA.
3.    Variabel NPF berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA Bank Syariah. Pada periode penelitian rata-rata tingkat NPF bank syariah masih tergolong rendah yaitu di bawah 5%, namun masih terdapat NPF di atas 5% yang menyebabkan NPF tidak berpengaruh signifikan. Terdapatnya kredit bermasalah menyebabkan kredit yang disalurkan tidak banyak memberikan hasil
4.    Variabel OER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA Bank Syariah. Semakin tinggi OER maka kegiatan operasional bank tidak efisien, sehingga kinerja keuangan bank menurun. Sebaliknya semakin rendah OER maka kegiatan operasional bank semakin efisien, sehingga dapat disimpulkan kinerja keuangan bank semakin meningkat.
5.    Variabel FDR berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA Bank Syariah. Besarnya pembiayaan yang diberikan oleh bank namun tidak diimbangi dengan penambahan jumlah dana pihak ketiga (DPK) menyebabkan besarnya piutang yang belum diterima akan mengurangi kas sehingga FDR akan berpengaruh negatif terhadap ROA.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagi Perusahaan
Munculnya variabel Operational Efficiency Ratio (OER) sebagai variabel yang dominan terhadap Return On Assets (ROA) perusahaan khususnya bank syariah di Indonesia maka sebaiknya bank syariah lebih menekan biaya operasional yang mereka keluarkan sehingga dapat menekan laba perusahaan
2.    Bagi Penelitian Selanjutnya
a.    Sebaiknya mempertimbangkan penggunaan sampel dari bank syariah yang tergabung dalam BUSN Devisa dan beroperasi di Indonesia serta mempertimbangkan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga diharapkan memperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
b.    Diharapkan menggunakan variabel-variabel lain yang belum disebutkan dalam penelitian ini sehingga dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Cetakan 3. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ghozali, Imam. 2011. Ekonometrika; Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17. Cetakan 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hasan, M. Iqbal. 2008. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Edisi 2. Cetakan 5. Jakarta: Bumi Aksara.
Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Cetakan 5. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Riyadi, S. 2006. Banking Assets and Liability Management. Edisi 3. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan. Edisi 5. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R & D. Cetakan 17. Bandung: CV. Alfabeta.


 Sumber :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CFgQFjAG&url=http%3A%2F%2Fadministrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id%2Findex.php%2Fjab%2Farticle%2Fview%2F55%2F57&ei=OilsVeLfLdWQuATwyIHYDg&usg=AFQjCNEe20yTs5NR4g2CJrIk-LpvVfEKAQ&bvm=bv.94455598,d.c2E

0 komentar:

Posting Komentar