Akibat Hukum Perjanjian Warabala yang dilakukan Saat Proses Pendaftaran Merek
Oleh :
Djarot Pribadi, SH.,MH.
Fakultas Hukum
Universitas Narotama Surabaya
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata
Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Pembahasan
A.
Kekuatan
mengikat perjanjian waralaba yang dilakukan saat proses pendaftaran merek
Waralaba
(franchise) merupakan suatu perikatan yang timbul karena perjanjian antara
franchisor dan franchisee. Hukum perikatan ditandai dengan asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract), yaitu kewenangan menurut pemikiran sendiri
untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum. Kebebasan berkontrak itu sendiri
mengandung unsure-unsur sebagai berikut :
1. Kebebasan
untuk mengadakan perjanjian
2. Kebebasan
untuk tidak mengadakan perjanjian
3. Kebebasan
untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun
4. Kebebasan
untuk menentukan sendiri isi maupun syarat-syarat perjanjiannya
Asas
kebebasan berkontrak mendapatkan dasar eksistensinya dalam rumusan angka 4
pasal 1320 BW, dengan asas kebebasan berkontrak ini para puhak yang membuat dan
mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau
perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja selama prestasi yang wajib
dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. Suatu sebab terlarang
karena, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan, baik atau ketertiban umum.
Pemakaian
istilah waralaba itu sendiri memiliki nilai jual tersendiri sehingga lebih
mudah untuk menarik minat investor, dari pada dengan hanya memakai istilah
perjanjian kerja sama, walaupun materi yang ditunagkan dalam kontrak tersebut
bias dibuat sama. Namun dengan memperhatikan pasal-pasal yang dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2007, menunjukan pemerintah ingin
memulai membenahi bisnis ini secara lebih serius, sehingga tidak menutup
kemungkinan dikemudian hari malarang pemakai istilah waralaba untuk bisnis yang
tidak memenuhi criteria sebagai suatu waralaba.
Selain
adanya kewajiban penerima waralaba untuk melakukan pendaftaran perjanjian
waralaba pada Departermen Perindustrian dan Perdagangan, sebagaimana tercantum
dalam pasal 11 peraturan pemerintah RI Nomor 42 tahun 2007 juncto pasal 7
peraturan pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1997, tidak bisa dilakukan. pendaftaran
perjanjian waralaba yang dilakukan pada saat proses pendaftaran merek tidak
bisa dilakukan karena merek yang menjadi objek waralaba itu sendiri masih belum
terdaftar dalam Daftar Umum Merek.
Walau
demikian, akibat keterikatan antara hukum perikatan dan hukum kebendaan dimana
hukum perjanjian dapat melahirkan hubugan hukum kebendaan dari perjanjian yang
dibuat, maka dalam hal dibuat atau diselenggarakannya perjanjian yang
berhubungan dengan peralihan hak kebendaan dan penciptaan hak kebendaan baru.
B.
Akibat
hukum perjanjian waralaba bilamana mereknya tidak dapat didaftar atau ditolak
1.
Mereknya
yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak
Perjanjian
waralaba atau lisensi yang dilakukan pada saat proses pendaftaran merek dapat
dibuat berlandaskan asas kebebasan berkontrak, hal tersebut merupakan salah
satu langkah efisiensi dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan bisnis.
Selain
itu, merek tidak dapat didaftarkan
apabila merek tersebut mengandung salah satu unsure dibawah ini :
a. Bertentangan
dengan peraturan perundan-undangan yang berlaku
b. Tanda
yang tidak memiliki daya pembeda
c. Tanda
yang telah menjadi milik umum
d. Tanda
yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya
Sedangkan suatu merek harus ditolak pendaftarannya
apabila :
a. Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengen merek milik pihak lain yang
sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang/jasa sejenisnya
b. Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengen merek yang sudah terkenal
milik pihak lain untuk barang/jasa sejenisnya
c. Mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah
dikenal
d. Merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal
e. Merupakan
tiruan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum
f. Merupakan
tiruan atau menyerupai nama, bendera, lambing, atau emblem Negara lain
g. Merupakan
tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
Negara atau lambing pemerintah
Secara
sederhana, suatu merek tidak dapat didaftarkan, yaitu merek yang tidak layak
dijadikan merek, sedangkan merek yang ditolak adalah merek yang merugikan pihak
lain.
2.
Perjanjian
hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya
Pemberlakuan perjanjian waralaba diantara para pihak
mempunyai kekuatan mengikat yang didasarkan pada pasal 1338 ayat 1 BW, yaitu
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai udang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Hal ini juga merupakan konsekuensi logis dari
ketentuan pasal 1233 BW, yang menyatakan bahwa “setiap perikatan dapat lahir
dari undang-undang maupun karena perjanjian.
Kontrak yang dibuat secara sah oleh pihak mengikat
para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak. Istilah my worl is my
bonds atau dalam pepatah sering dikatakan jika sapi dipegang talinya, jika
manusia dipegang mulutnya.
Dalam hukum perjanjian secara garis besar alas an
pembatalan perjanjian dapat digolongkan dalan 2 (dua) golongan besar, yaitu :
a. Pembatalan
perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian
Pembatalan
perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian dapat dilakukan dalam hal
tidak dipenuhinya syarat-syarat subjektif dalam suatu perjanjian.
b. Pembatalan
perjanjian oleh pihak ketiga diluar perjanjian
Pada
dasarnya suatu perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan
karenanya tidak membawa akibat apapun bagi pihak ketiga.
3.
Pelaksanaan
perjanjian waralaba pasca tidak dapat didaftar atau ditolak mereknya
Dalam bisnis waralaba sangat erat kaitannya dengan
maslah-masalah yang berhubungan dengan paten, merek dan hak cipta, sehingga
dalam pelaksanaannya berlaku pula ketentuan paten, merek, dan hak cipta.
Pokok permasalahan dalam pembahasan ini ialah
bagaimana dengan nasib suatu waralaba merek yang sedang dalam proses
pendaftaran namun kemudian merek tersebut ditolak atau tidak dapat diterima
oleh Direktorat Jenderal HAKI. Kendala utama dalam kelangsungan pelaksanaan
waralaba dalam pembahasan ini adalah munculnya pihak ketiga sebagai pemilik
merek sah yang merasa keberatan dengan pemakaian mereknya oleh pihak lain tanpa
seizinnya. Sedangkan pemakai waralaba itu sendiri merasa tidak melakukan
kesenjangan dalam pemakaian merek tersebut.
Dalam kontrak waralaba pada pembahasan ini, itikad
baik para pihak dapat tercemin dengan kenyataan bahwa :
a. Memang
benar para pihak dapat mendalilkan bahwa mereka tidak mengetahui merek yang
dijadikan perjanjian tersebut adalah telah menjadi milik pihak lain lebih dahulu
b. Produk
bisnis yang ditawarkan memang benar-benar terdapat keunikan yang dapat di
franchise kan
c. Penyertaan
bukti-bukti tertulis dari franchisor bahwa ia telah melakukan proses pendaftaran
merek yang telah dijadikan objek waralaba tersebut
Dengan
demikian, dapat diartikan pasca ditolak atau diterimanya pendaftaran suatu
merek yang diwaralabakan, masih terdapat peluang para pihak untuk tetap
melanjutkan waralaba tersebut, tentu saja selama ini tidak ada gugatan dan
keberatan dari pihak lain/pihak ketiga.
Akibat Hukum Perjanjian Warabala yang dilakukan Saat Proses Pendaftaran Merek
Oleh
:
Djarot
Pribadi, SH.,MH.
Fakultas
Hukum
Universitas
Narotama Surabaya
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Abstrak
Pejanjian
waralaba yang dilakukan pada saat proses pendaftaran merek hanya memihak para
pihak yang membuatnya saja. Dengan demikian, mengakibatkan tidak berlakunya
perbuatan hukun yang dikehendaki oleh para pihak terhadap pihak ketiga. Merek
yang diajukan pendaftarannya akan tetapi ditolak/tidak diterima oleh ditjen
HKI, tidak menjadikan batalnya perjanjian waralaba yang dibuat, dengan syarat
para pihak telah menyatakan hal ini dalam perjanjian. Pembatalan hanya dapat
dilakukan oleh pihak ketiga yang dapat membuktikan dirinya secara sah menjadi
pemegang hak atas merek dari objek yang diwaralabakan.
Pendahuluan
Dewasa
ini salah satu jenis indirect investment
yang banyak bermunculan dikalangan masyarakat adalah lisensi dan waralaba
dengan segala macam variasinya. Memang tidak ada bisnis yang bisa dijamin 100%
aman dan menguntungkan, tetapi melalui lisensi dan waralaba diharapkan
menjadikan peluang bisnis yang menjanjikan dan bias mengurangi factor resiko
kerugian.
Pengertian
lisensi menurut UU No. 15 Tahun 2001 adalahizin yang diberikan pemilik merek
terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian
hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut.
Waralaba
berdasarkan peraturan pemerintah republic Indonesia nomer 16 tahun 1997 adalah
perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha
yag dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan
barang dan jasa.
Objek
dari trade mark/trade name franchise adalah merek. Merek merupakan benda
bergerak yang tidak berwujud yang mempunyai nilai komersial sangat tinggi dan
dapat dijadikan asset bisnis dalam suatu perusahaan. Sebagai bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), merek dikatagorikan dalam industrial property.
Pemilik
merek memiliki perlindungan hukum dengan syarat utama melakukan pendaftaran
merek, baik lingkup nasional maupun internasional. Selain itu, diperlukan
pengetahuan yang luas mengenai system hukumsistem hukum yang mengatur asset
HAKI. UU No. 15 tahun 2001 tentang merek, dalam bab IV mengatur proses dan
jangka waktu suatu permohonan pendaftaran merek.
Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Di Jakarta Selatan
Tesis
Oleh :
Buang Affandi, SH
Nim. B4B006088
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro
Semarang 2008
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Perlindungan
hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli
Perjanjian pengikatan jual beli dibuat dalam suatu akta
otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris, sehingga akta pengikatan jual
beli merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
Otensitas dari akta notaries bersumber dari pasal 1 ayat
1 UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu notaries dijadikan sebagai
pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya
tersebut memiliki sifat akta otentik. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal
1868 KUHPerdata yang menyatakan : “suatu akta otentik ialah suatu akta yang
didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Diketahui bahwa ada 2 bentuk akta, yaitu akta yang dibuat
oleh notaries dan akta yang dibuat dihadapan notaris. Akta yang dibuat oleh
notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat relaas atau menguraikan secara
otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan oleh pembuat akta tersebut. Yakni notaries sendiri, didalam
menjalankan jabatannya sebagai notaries. Akta ini disebut juga akta yang dibuat
oleh (door) notaries (sebagai pejabat umum).
Didalam akta partij ini dicantumkan secara otentik
keterangan-keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam
akta itu, disamping relaas dari notaries itu sendiri yang menyatakan bahwa
orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kehendaknya tertentu, sebagaimana
yang telah dicantumkan dalam akta.
Secara
otentik pada akta partij menjamin kepastian terhadap pihak lain, ialah :
1. Tanggal
dari akta tersebut
2. Tanda
tangan yang ada dalam akta tersebut
3. Identitas
dari orang-orang yang hadir (comparanten)
4. Yang
tercantum dalam akta itu adalah sesuai dengan apa yang diterangkan oleh para
penghadap kepada notaries untuk mencantumkan dalam akta itu
Pada
umumnya akta notaries itu sendiri terdiri dari tiga bagian, ialah :
a. Komparisi
Menyebut hari dan tanggal akta, nama noratis,
dan tempat kedudukannya nama dari para penghadap.
b. Badan
dari akta
Memuat isi dari apa yang ditetapkan
sebagai ketentuan-ketentuan yang bersifat otentik.
c. Penutup
dari akta yang mempunyai rumusan tersendiri
Didalam komparisi ini dijelaskan dalam kualitas apa
seorang menghadap pada notaris.
Badan
atau isi dari akta menyebutkan ketentuan atau perjanjian yang dikehendaki oleh
para penghadap. Misalnya dalam akta pengikatan jual beli, maka dalam badan dan
akta itu disebutkan apa yang dikehendaki oleh penghadap.
Penutup dari akta merupakan suatu bentuk yang tetap, yang
memuat pula tempat dimana akta itu dibuat dan nama-nama jabatan serta tempat
tinggal saksi-saksi instrumentair. Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi pasal
1868 KUHPerdata bukanlah akta otentik atau disebut juga akta dibawah tangan.
Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat dibawah tangan
ialah :
1. Akta
Otentik
Merupakan alat bukti yang sempurna,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1870 KUH perdata.
2. Akta
Dibawah Tangan
Akta
ini bagi hakim merupakan “bukti bebas” (vrije bewijs) karena akta dibawah
tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti materil setelah dibuktikan kekuatan
formilnya.
Untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat :
a. Mereka
sepakat untuk mengikatkan diri
b. Cakap
untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu
hal tertentu
d. Suatu
sebab yang halal
Dengan
dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak
haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu
tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.
Undang-undang
yang mengatur tentang isi perjanjian dalam pasal 1329 dan 1327 KUHPerdata. Dan dua
ketentuan ini, disimpulkan bahwa dua isi perjanjian terdiri dari elemen-elemen
sebagai berikut :
a. Isi
perjanjian
b. Kepatuhan
c. Kebiasaan
Urutan
isi perjanjian yang terdapat dalam pasal 1339 KUHPerdata, mengenai keputusan
peradilan mengalami perubahan sehingga urutan dari elemen isi perjanjian
menjadi sebagai berikut :
a. Isi
perjanjian
b. Undang-undang
c. Kebiasaan
d. Kepatuhan
Hal
ini didasarkan pada 3A.B (Algemene Bepaligen) yang menentukan bahwa kebiasaan
hanya diakui sebagai sumber hukum jika ditunjuk oleh undang-undang.
Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Di Jakarta Selatan
Tesis
Oleh :
Buang Affandi, SH
Nim. B4B006088
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro
Semarang 2008
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Akibat
hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
akibat-akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah :
1. Para
pihak dapat dikenakan denda yang besarnya telah disepakati dari jumlah yang
harus dibayar pembeli kepada penjual atau pembeli, untuk tiap-tiap hari
keterlambatan. Denda tersebut harus dibayar dengan seketika dan sekaligus.
2. Perjanjian
berakhir dan sepanjang perlu kedua belah pihak melepaskan diri dari apa yang
ditetapkan dalam pasal 1266 dan pasal 1267 kitab UU Hukum Perdata, dan pihak
penjual wajib untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh pihak pembeli
setelah dipotong beberapa persen dari harga jual tanah dan bangunan tersebut
sebagai pengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak penjual, ditambah
denda yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual. Pengembalian
uang oleh pihak penjual kepada pihak pembeli dilakukan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, misalnya 21 hari setelah tanah dan
bangunan tersebut terjual kepada pihak lain.
Sebagaimana
diketahui untuk suatu perjanjian harus dipenuhi unsure perjanjian, yaitu :
·
Adanya kata sepakat diantara dua pihak
atau lebih
·
Kata sepakat yang tercapai tergantung
pada paru pihak
·
Kemauan para pihak untuk timbulnya
akibat hukum
·
Akibat hukum untuk kepentingan yang satu
atas beban pihak yang lain atau timbale balik
·
Dengan mengindahkan persyaratan
perundang-undangan
Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Di Jakarta Selatan
Tesis
Oleh
:
Buang
Affandi, SH
Nim.
B4B006088
Program
Studi Magister Kenotariatan
Universitas
Diponegoro
Semarang
2008
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Faktor-faktor
yang melatar belakangi pembatalan perjanjian pengikatan jual beli tanah
Peralihan hak atas tanah yang dilakukan dengan cara jual
bei tanah harus dilakukan dihadapan pejabat umum yang berwenang. Perjanjian
pengikatan jual beli tanah dibuat dalam bentuk akta notaries munculsebagai
suatu kebutuhan hukum dari masyarakat dalam kesehariannya telah banyak
diperaktekan dikantor notaries.
Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui alas an-alasan dibuatnya akta pengikat jual beli
tanah oleh dan dihadapan notaries :
1. Pembayaran
terhadap obyek tanah yang diperjual belikan belum dilakukan secara lunas oleh
pihak pembeli.
2. Obyek
tanah yang diperjual belikan belum memiliki sertifikat yang merupakan tanda
bukti kepemilikan atas tanah yang sah.
3. Tanah
yang akan dijual telah didaftarkan dah proses pembuatan sertifikat tanah masih
berlangsung dikantor pertahanan.
4. Hak
guna bangunan atas tanah yang akan dijual hamper habis jangka waktunya dan
sedang dilakukan proses permohonan perpanjangan hak dikantor pertahanan.
5. Pihak
penjual/pembeli belum memiliki uang untuk membayar pajak penghasilan atau bea
peolehan hak atas tanah, apabila jual beli dibuat dalam suatuj akta PPAT.
6. Dan
atau masih terdapat kekurangan-kekurangan dokumen yang diperlukan untuk
pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT, dokumen mana dalam proses pengurusan.
Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh para pihak untuk membuat akte pengikatan jual beli tanah adalah :
1. Pihak
penjual dan pembeli hadir dihadapan notaries dan menandatangani perjanjian
pengikatan jual beli tanah.
2. Para
pihak menyerahkan :
·
Sertifikat tanah apabila tanah memiliki
sertifikat
·
Surat keterangan tanah bagi yang belum
bersertifikat
·
Foto copy KTP penjual dan pembeli
·
SPPT tanah
·
Surat keterangan tanah tidak dalam sengketa
·
Bukti pembayaran PBB
·
Surat keterangan waris dan kematian yang
dikeluarkan oleh kelurahan apabila terdapat ahli waris
·
Surat kuasa dan KTP penerima kuasa
apabila dikuasakan
Beberapa faktor yang
mengakibatkan terjadinya pembatalan akta jual beli tersebut, yaitu :
1. Harga
jual beli yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli tidak
dilunasi oleh pihak pembeli sampai jangka waktu yang telah diperjanjikan
2. Dokumen-dokumen
tanahnya yang diperlukan untuk proses peralihan hak atas tanah (jual beli tanah
dihadapan PPAT) belum selesai sampai jangka waktu yang telah diperjanjikan
3. Obyek
jual beli ternyata dikemudian hari dalam keadaan sengketa
4. Para
pihak tidak melunasi kewajibannya dalam membayar pajak
5. Perjanjian
pengikatan jual beli tanah tersebut dibatalkan oleh para pihak
Perjanjian
pengikatan jual beli merupakan perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai
perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Biasanya didalam perjanjian
tersebut memuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan
manakala syarat-syarat untuk jual beli yang sebenarnya terpenuhi.
Tentang
kewajiban (utama) dari penjual terhadap pembeli, yaitu :
·
Menyerahkan barang atau benda yang
bersangkutan
·
Menanggung/menjamin (vrijwaren)
·
Penguasaan benda yang dijual itu secara
aman dan tentram (rustig en vreedzaam)
·
Cacad-cacad yang tersembunyi (verborgen
gebreken) dari benda yang bersangkutan atau sedemikian rupa hingga menerbitkan
alasan pembatalan jual beli itu
Pengikatan
jual beli tanah menurut penulis dapat digolongkan kedalam perikatan bersyarat.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan pasal 1253 KUHPerdata yang
menyebutkan : “perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik
secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut
terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.