Tesis
Oleh
:
Buang
Affandi, SH
Nim.
B4B006088
Program
Studi Magister Kenotariatan
Universitas
Diponegoro
Semarang
2008
Putri Chelline Syari (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013
Tinjauan
tentang jual beli tanah
Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah
lapisan lepas permukaa bumi yang paling atas. Yang dapat dimanfaatkan menanam
tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah
perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk mendirikan bangunan disebut tanah
bangunan.
Selanjutnya mengenai pengertian jual beli tanah menurut
Harun Al Rashid, pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah
kepada pihak/orang lain berupa dari penjualan kepada pembeli tanah.
Achmad Chulaimi berpendapat bahwa pengertian jual beli
tanah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu :
1.
Pengertian sebelum UUPA
Sebelum berlakunya UUPA, dinegara
kita masih terdapat “dualism” dalam hukum agrira, hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa masih berlaku dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum
pertanahan kita, yaitu hukum adat dan hukum barat. Sehingga terdapat juga dua
macam tanah yaitu tanah adat (tanah Indonesia) dan tanah barat (tanah Eropa).
Dalam pengertian hukum adat jual
beli tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual
menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada
waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada
penjual. Sejak itu, hak atas tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli.
Sedangkan pengertian jual beli
tanah yang tercantum dalam pasal 145 KUHPerdata menyatakan bahwa jual beli
tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya
(berjanji) untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli
dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah
disetujui.
Untuk adanya perjanjian
atas jual beli disyaratkan 4 hal :
1. Persetujuan
dari mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan
untuk mengadakan perikatan
3. Pokok
yang tertentu
4. Sebab
yang diperkenankan
2.
Pengertian jual beli tanah setelah
keluarnya UUPA
UUPA menghendaki adanya unifikasi
hukum, dan karena itu dalam pengertian jual beli itu pun tidak menggunakan
kedua system tersebut bersama-sama. Ketentuan pasal 26 ayat 1 UUPA, hanya
menyatakan, jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian wasiat,pemberian
menurut adat dan perbuatan lain yang dimaksudnkan untuk memindahkan hak milik
serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya bila mana diperhatikan
konstruksi kalimay yang dipakai pasal 19 PP No. 10/1961 yang menyebut bahwa
“perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan
akta”. Maka dapat kita simpulkan bahwa persetujuan jual beli tanah merupakan persetujuan
yang konseksuil, karena dipisahkan secara tegad antara persetujuannya sendiri
dengan penyerahannya (levering) sedangkan dalam hukum adat konstruksi kalimat
demikian adalah tidak cocok dengan system dengan hukum adat yang konstan ini.
Hak atas tanah menurut pasal 16
UUPA ialah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa,
hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak guna air, hak pemeliharaan dan
penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa dan hak-hak lain yang bersifat sementara
(Pasal 53 UUPA).
Pengertian hak milik menurut pasal
20 yang dihubungkan dengan pasal 6 UUPA merumuskan “hak milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan
mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial”.
0 komentar:
Posting Komentar