Copyright © Putri Chelline Syari
Design by Dzignine
Minggu, 05 Mei 2013

Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Di Jakarta Selatan


Tesis

Oleh :
Buang Affandi, SH
Nim. B4B006088

Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro
Semarang 2008

Putri Chelline Syari  (25211638)
Kelas : 2EB08
Tulisan softskill, Mata Kuliah  Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012-2013


Tinjauan tentang jual beli tanah

            Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaa bumi yang paling atas. Yang dapat dimanfaatkan menanam tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk mendirikan bangunan disebut tanah bangunan.
            Selanjutnya mengenai pengertian jual beli tanah menurut Harun Al Rashid, pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak/orang lain berupa dari penjualan kepada pembeli tanah.
            Achmad Chulaimi berpendapat bahwa pengertian jual beli tanah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu : 

   1.      Pengertian sebelum UUPA
Sebelum berlakunya UUPA, dinegara kita masih terdapat “dualism” dalam hukum agrira, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih berlaku dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita, yaitu hukum adat dan hukum barat. Sehingga terdapat juga dua macam tanah yaitu tanah adat (tanah Indonesia) dan tanah barat (tanah Eropa).
Dalam pengertian hukum adat jual beli tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual. Sejak itu, hak atas tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli.
Sedangkan pengertian jual beli tanah yang tercantum dalam pasal 145 KUHPerdata menyatakan bahwa jual beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual mengikatkan dirinya (berjanji) untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah disetujui.
Untuk adanya perjanjian atas jual beli disyaratkan 4 hal :
1.      Persetujuan dari mereka yang mengikatkan diri
2.      Kecakapan untuk mengadakan perikatan
3.      Pokok yang tertentu
4.      Sebab yang diperkenankan

   2.      Pengertian jual beli tanah setelah keluarnya UUPA
UUPA menghendaki adanya unifikasi hukum, dan karena itu dalam pengertian jual beli itu pun tidak menggunakan kedua system tersebut bersama-sama. Ketentuan pasal 26 ayat 1 UUPA, hanya menyatakan, jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian wasiat,pemberian menurut adat dan perbuatan lain yang dimaksudnkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya bila mana diperhatikan konstruksi kalimay yang dipakai pasal 19 PP No. 10/1961 yang menyebut bahwa “perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta”. Maka dapat kita simpulkan bahwa persetujuan jual beli tanah merupakan persetujuan yang konseksuil, karena dipisahkan secara tegad antara persetujuannya sendiri dengan penyerahannya (levering) sedangkan dalam hukum adat konstruksi kalimat demikian adalah tidak cocok dengan system dengan hukum adat yang konstan ini.
Hak atas tanah menurut pasal 16 UUPA ialah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, hak guna ruang angkasa dan hak-hak lain yang bersifat sementara (Pasal 53 UUPA).
Pengertian hak milik menurut pasal 20 yang dihubungkan dengan pasal 6 UUPA merumuskan “hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial”. 


0 komentar:

Posting Komentar